slogan

Nyatakan Hadirmu dengan Kreasi, Wujudkan Lewat Cita dan Cinta

3.27.2024

Memperingati Hari Teater: TKU Teatrikal Puisi Sajak Orang Lapar Karya WS Rendra

 


AKSI PINTU 1 UNHAS



MAKASSAR, TKU - Hari Teater Sedunia diinisiasi oleh Institut Teater Internasional atau International Theatre Institute (ITI) pada 27 Maret sebagai momentum memperkenalkan esensi dan keindahan seni teater secara meluas di seluruh negara, hari teater ini juga selain menghibur juga memberikan edukasi melalui ruang diskusi dan pertunjukan yang dilaksanakan pada hari itu.

Memperingati hari teater sedunia ini, UKM Teater Kampus Unhas (TKU) menghadirkan teatrikal puisi “Sajak Orang Lapar” karya WS Rendra sebagai ulasan kritik dan terikat dengan nuansa Ramadhan di Taman Universitas Hasanuddin. Rabu, (27/03/24).

Aktor yang bermain adalah Akhdan yang menggunakan celana pendek putih dengan baju kemeja bergambar Wiji Thukul, Andi Fausiah dan Sitti Nurdiana menggunakan pakaian serba hitam sebagai simbolis burung gagak yang di identik dengan kelaparan dalam puisi tersebut. Sedangkan penggunaan baju Wiji Thukul diambil sebagai sosok yang melawan kediktatoran dengan rasa laparnya.

Properti yang digunakan terdiri dari meja roda, wajan, dan pattapi beras. Maksud dari penggunaan properti ini beragam: Meja sebagai ruang interpretasi terhadap kekuasaan atau kontrol terhadap diri sendiri dalam berbagai ruang diskusi, instansi, ruang dapur, dan sebagainya.

Wajan kosong sebagai penggambaran bunyi orang-orang lapar yang berdinamika dengan harapan-harapan semu.

Pattapi beras dengan isi kosong sebagai hasil kekayaan negara yang berasal dari masyarakat namun belum dapat dinikmati oleh masyarakat itu sendiri.

Akhan, seorang yang menggambarkan teatrikal tersebut mengatakan bahwa puisi karya WS Rendra ini sarat akan pesan-pesan kelaparan sebagai mati dan perbudakan logika sehingga kasus kekerasan sering terjadi karena permasalahan perut, juga sebagai indikasi perlawanan atas diri sendiri maupun kediktatoran.

"Saya membaca puisi ini dan memahami bahwa segala dosa metropolitan ini cikal bakalnya dari perut yang lapar. Itu juga mungkin yang coba diutarakan WS Rendra sebagai “penghalang ke Sorga-Mu” disela-sela baitnya” katanya.

Teatrikal ini puisi Sajak Orang Lapar ini dinilai sangat cocok ditampilkan saat Ramadhan sebagai esensi merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang berkelas ekonomi ke bawah. (adn/*)


1.16.2023

Dari Festival Teater Mahasiswa TKU: Potret Suram Negeri Ini

dok tku

ARSIP TKU- "Ibu, jika kau besok 'ndak pulang burung beranjak di halaman tak berhenti bernyanyi. Angin menebar amis darah dari jalan-jalan dan kau membaca sebuah nama tiba akan dikabarkan hilang. Tak usah cemas dan jangan menangis."

Usai membaca surat, ibu yang kini tua renta mengerutkan keningnya, sebagai pertama ia sedang cemas memikirkan anaknya yang pergi bermain. Meski cemas, namun ia tetap merelakan anakanya bermain, karena permainan anaknya adalah sebuah kemuliaan.

Ia pun meneruskan sulamannya, meski sekitarnya suara-suara tembakan diiringi tangisan terdengar membahana mengisi telingannya yang kini tidak peka lagi. Ternyata penyebabnya tak lain karena sekelompok orang-orang berpakaian hijau berusaha mengusik ketenangan anak-anak yang bermain. Mereka sepertinya berusaha untuk membungkam suara-suara yang dinilai dapat mengganggu stabilitas permainannya.

Dalam pencariannya, ia tertidur pulas dan berusaha dibawa ke dalam mimpi. Tapi, tiba-tiba secara tidak disangka-sangka, sosok pating yang sedari tadi berdiri pada satu level bergerak menuju ke arah orang yang pernah mengusik dirinya.

Usaha mereka hanya sebatas mengganggu mereka dalam mimpi, karena ternyata ia telah menjadi mayat gentayangan yang mati secara tidak wajar. Orang I yang diperankan Hari Bahru ternyata mati tertembak di ujung barat negeri ini, sedangkan orang II yang diperankan Hadist Badawi mati tertembak ketik sedang 'bermain' di bawah jembatan (Semanggi, red), sedangkan Ahmadi yang memerankan orang III mati setelah sebelumnya hanyut di sebuah sungai di kota ini usai melaksanakan permainan.

Gambaran singkat naskah Suara-suara dari Kosaster Unhas yang dipentaskan, Minggu, (27/8) di Taman Budaya Sulsel salah satu contoh betapa dibutuhkannya kesadaran bagi semua pihak bahwa selama ini sudah banyak yang terjadi kekeliruan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab. Padahal, kalau di dalami secara mendalam, kita ini berasal dari satu ibu, ibu pertiwi. Namun, jima memang keduanya tidak dapat bersatu, maka pertentangan akan terus berlangsung. Terbukti di endung cerita, sutradara menghadirkan adegan dari dua kelompok yang saling berbeda. 

Dalam konteks sekarang ini, ternyata tema yang ditawarkan Kosaster sangatlah tepat apalagi tata musik yang komandoi Muslim sangat membantu pementasan. Apalagi, ketika grup teater Embrio Unismuh, menawarkan sebuah kegelapan yang membingungkan lewat karyanya bertajuk Negeri karya A Ansar Agus dan Sutradara Haslinda. Betapa tidak selama pertunjukan berlangsung, yang dirasakan pemainnya, adalah kegelapan dan kerisauan.

Bahkan penonton pun dipaksa untuk menonton dalam kegelapan. Sehingga, jadilah tontonan menjadi ajang kegelisahan. Kegelisahan pemain terhadap negeri yang kini semakin suram juga dialami penonton seperti tontonan yang sering kita lihat di televisi mengenai keadaan negeri. Jangan kegembiraan, deritas pun sudah tidak mendapat tempat lagi di negeri ini. (m2-m4/wik/b)

FAJAR, Selasa, 29 Agustus 2000

FTMI: Suara-suara dari Taman Budaya

Dari Festival Teater Mahasiswa Makassar

dok tku


ARSIP TKU-Tiga sosok tubuh pucat diam bak patung batu. Bersusun tiga dan matanya tajam menatap ke depan. Di depannya seorang ibu tengah tenggelam dalam kesibukannya menyulam sebuah selendang. Sementara di sudut lain, seseorang komandan berseragam hijau sibuk memberi penerintah kepada dua anak buahnya untuk mencari suara-suara yang memekakkan teliga.

Sosok yang berasal dari kematian, dan dari tiga tempat yang berbeda. Meski terkesan sangat simbolik namun maknanya mengungkapkan, jika ketiga roh itu mewakili Aceh, Tragedi Jakarta, dan mahasiswa UMI yang tewas saat demokrasi beberapa tahun silam. "Bagaimana caranya kita dapat membantu ibu memperindah sebuah selendang. Kita di alam lain. Semoga anak-anak penerus itu lahir dan dapat membantu ibu memperindah sebuah selendang," ujar mereka.

Sebelum berlalu, ketiga sosok kaku itu memberi mimpi buruk dan suara-suara aneh pun menggema memekkan telingan. Dan, akhirnya, kebatilan dapat dikalahkan oleh kebaikan. Leher sang komandan pun harus rela dikait dengan sarung-sarung anak negeri, pemberian sang ibu pertiwi. 

Dari dialog dan ekspresi tubu yang ditampilkan oleh Kelompok Sastra dan Teater (Kosaster) Unhas ini ingin seakan ingin mengungkapkan sebuah masalah yang sampai saat ini belum diselesaikan. Judul 'suara-suara" garapan sutradara M Hadis Badui SS merupakan salah satu peserta dalam Festival Teater Mahasiswa Se Sulawesi Seelatan yang diselenggarakan oleh Teater Kampus Unhas (TKU).

Penampilan lain Teater Embrio dari Universitas Muhammadiyah Makassar (UMM), menampilkan kegelapan dan suara-suara serta nyal senter di atas panggung. Seorang wanita yang dibalut kegelisahan, ketakukan dan senantiasa memasang telingannya saat mendengar suara-suara yang mendekatinya. Kasak-kusuk dan berdialog sendiri dalam kesunyiannya di sebuah negeri yang tak pernah ia inginkan. Tapi, ia tetap di sana. Sampai seorang miskin datang menawarkan bantuan. Ia terdampar ke negeri kegelapan itu karena orang kepercayaannya justru mencabik-cabik dirinya.

Dia yang selama ini memberi keturunan dan memberikan keteduhan justru dicampakkan. Tapi ada daya, sang wanita dalam gelap itu pun menendangnya. "Pergilah ke perbatasan," ujar sang wanita.

Beraksi di atas pentas tanpa menampakkan sosok dan ekspresi pemain secara gamblang membuar penonton di aula Taman Budata, harus jeli memasang mata dan telinga untuk memaknai setiap adegan yang disuguhkan. Sutradara Embrio yang memberikan titel Negeri Bayangan ini tampaknya ingin bereksperimen berteater tanpa lighting yang memadai.

"Cerita bertutur bagaimana kita sekarang, berada dalam kegelapan, kesuraman. Sehingga diperlukan, kejelian mata untuk melihat," ungkap Rica saat dialog antar sutradara dengan penonton.

"Dalam pementasan teater, ekspresi itu sangat diperlukan, semestinya lampu senter lebih kuat, sehingga menampilkan sosok dan ekspresi lebih nyata," uuar Syahriar Tato yang turut menikmati pementasan tersebut. Kalau tidak ada aral, malam ini seni teater mahasiswa, Makassar dari TKU dan UNM akan manggung (ang/yk/C)

Ujung Pandang Express, Minggu, 27 Agustus 2000


FTMI: Talas dan Panser, Tampilkan 'Wajah' Sesungguhnya

 Dari Festival Teater Mahasiswa di Taman Budaya 

dok tku


ARSIP TKU-Menjadi anak negeri memang tidak mudah, apalagi kalau hidup ini hanya dimanfaatkan untuk diri sendiri tanpa memikirkan orang lain di sekitarnya. Karena hidup ini adalah saling ketergantungan.

Dalam Festival Teater Mahasiswa Indonesia (FTMI) Sulsel yang digelar TKU Unhas di aula Taman Budaya Sulsel Jumat (25/8) lalu ini menampilkan dua grup teater kampus. Meski berasal dari kawasan yang sama yakni teater kampus, tapi dalam hal karya sangat berbeda, terutama dari segi tema yang ingin disampaikan kepada khalayak.

Tilik saja misalnya pertunjukan eksperimental bertajuk Anak Iblis yang ditampilkan UKM Seni Budaya Talas Unismuh, terlihat ada kesungguhan untuk menggali lebih dalam lagi tentang tema yang ingin disampaikan kepada semua penonton.

Dalam cerita, si penulis naskah, Abidin Wakur menghadirkan dua sosok manusia, Beddu dan Rohana yang merupakan tokoh utama dalam cerita tersebut. Manusia desa adalah gelar yang cocok untuk keduanya, karena dalam adegan digambarkan kalau mereka seakan-akan tidak tahu-menamu dengan keadaan kota yang sebenarnya. Tapi dengan segala keberanian yang disandangnya, mereka berdua barangkali entah dengan maksud apa-apa.

Sejak kecil, di dalam keluarganya ia senantiasa dididik untuk taat beragama. Tak heran jika azan maghrib tiba, keduanya diwajibkan untuk berangkat ke mesjid. Mesjid baginya pada waktu itu, merupakan tempat menautkan pikiran dan perasaannya. Hari-hari indah itu pun mereka lewati berdua dengan segala kebahagiaan.

Tampaknya keduanya terpengaruh dengan pepatah yang mengatakan, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina" yang membuatnya harus melanjutkan sekolah di kota yang tidak pernah dikenalinya sama sekali.

Namun saat menginjak kora, ia sama sekali tidak menyangka kalau "benteng" jiwa yang selama ini kuat harus jebol. Ternyata hidupnya harus berhadapan dengan sejumlah modernisasi  yang membuat dirinya terbius dalam buaian pergaulan kota. Awalnya memang coba-coba, tapi kemudian ia tidak sekadar menjadi kebiasaan, akan tetapi lambat laut menjadi kewajiban. Seperti wajibnya ai menunaikan shalat lima waktu. Masya Allah!

Menjadi berandal kota memang bukan cita-citanya dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Akan tetapi, tak dapat dipungkirinya kalau iman yang ada di dadanya tak kuasa menahan serangan kota yang tidak memikirkan siang malam perputaran roda waktu.

Karena kelakuannya, Beddu menjadi buronan polisi, sementara Rohana terjun ke dunia serba gelap. Sehitam dan sekelabu cita-citanya yang sirna oleh kejamnya kota.

Tapi, tidak disangka-sangka Beddu yang buronan polisi tersebuh tiba-tiba menjadi 'raja' alias memimpin sebuah negara. Namun, lagi-lagi ia berbuat keteledoran, karena cara memimpinnya tidak disukai rakyatnya, karena ia dengan semena-mena memerintahkan rakyat.

Tapi semua itu tidak ada artinya dan tak akan pernah terjadi. Itu hanyalah mimpi belaka yang membuat dirinya terbuai dalam tidur yang panjang. Dan memang seperti itu, ia lebih memilih mati dalam kesendiriannya daripada terus diburu oleh bayangannya sendiri. Bayangannya yang bisa membunuhnya secara perlahan. Sementara itu, Rohana berhasil selamat dengan bantuan seorang kyai.

Pada pementasan kedua, teater panser UMI menampilkan "Sketsa garis Miring" yang banyak bercerita tentang anak pertiwi yang sudah kehilangan kemampuan untuk berjuang. Menurutnya, dunia ini telah kotor dengan penuh intrik dan trik dan tidak jarang cara-cara kotor juga digunakan untuk menindas kaum yang paling bawah.

Bahkan sang sutradara mematikan ibu pertiwinya sendiri yang kemudian menerbangkannya ke dalam dunia lain sembari menatap merah putih yang semakin hari semakin lusuh dan sakit. Naskah ini ditulis dan disutradarai sendiri oleh Mursyiddin Albin SS.

Penampilan kedua pementas malam itu, secara garis besarnya belum tergarap secara serius. Pasalnya masih ada hal-hal yang sifatnya teknis, seperti artikulasi, pengadengangan, mimik, dan artistik yang belum memadai dari kedua peserta. Meskipun demikian, itulah usaha mereka untuk menampilkan satu ciri teater mahasiswa. Namun, entah siapa yang akan memberi nama bahwa inilah teater mahasiswa. Namun perkataan tersebut tidak sampai di sini karena masih ada lima peserta yang akan tampil hingga 31 Agustus mendatang. (m2)

Harian Fajar, Sabtu, 26 Agustus 2000


12.26.2022

Tujuh Teater Mahasiswa Berlaga di FTMI

 


Malam Ini di Aula Taman Budaya Sulsel 

Meski pelaksanaannya sempat tertunda beberapa kali, akhirnya Festival Teater Mahasiswa Indonesia (FTMI) Sulsel dapat juga terlaksana. Hal ini terlihat setelah panitia menggelar technical meetong dengan peserta festival di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM), Selasa, (22/8) lalu.

Pada festival ini, dipastikan tujuh grup teater akan tampil dan saling berkompetisi di ajang yang baru pertama kali di gelar di Sulsel ini. Ketujuh grup teater yang akan mengambil bagian dalam ajang tersebut antara lain, Teater Talas, Sanggar Embrio (Unismuh), Teater Paser, Teater Kabut (UMI), Kosaster (Unhas), Teater Kampus Unhas (TKU), dan Sanggar Seni Budaya (UNM).  

Malam ini, merupakan hari pertama dimulainya festival yang rencananya dibuka Rektor Unhas, Prof Dr Rady A Gani. Dan untuk penampilan malam pertama, dua grup teater akan tampil memperlihatkan kebolehannya di atas panggung bebas ekspresi tersebut.

Teater Talas dari Unismuh misalnya, akan menampilkan naskah berjudul Anak Iblis. Naskah ini dimainkan enam orang, sedangkan naskah tersebut ditulis dan disutradarai sendiri Abidin Wakur.

Sementara itu, Padepokan Seni Sastra (Panser) UMI akan menampilkan karya Syamsuddin Simmau SS berjudul Sketsa Garis Miring. Judul tersebut tentunya sangat menarik, karena memang hidup ini ibarat sebuah garis miring yang penuh dengan intrik dan taktik seperti yang tertera dalam sinopsis naskah tersebut.

Ketua panitia FTMI Sulsel, Muh Zuhdy Hamzah kepada Fajar kemarin mengungkapkan bahwa pada awalnya festival ini akan diikuti sebelas grup teater mahasiswa yang ada di Makassar ini, akan tetapi dalam technical meeting yang hadir hanya tujuh grup teater. "Persiapan kami telah cukup, dan mudah-mudahan pada pelaksanaan yang akan mulai besok malam (malam ini, red), dapat terlaksana dengan baik," katanya. (m2/wik/b)

SUMBER; Harian Fajar, Jumat, 25 Agustus 2000


ARSIP 2000: Festival Teater Mahasiswa Se-Sulsel


Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Kampus Unhas (TKU), Agustus mendatang akan melaksanakan Festival Teater Mahasiswa Indonesia se-Sulawesi Selatan. Bentuk kegiatan ini berupa pementasan naskah cerita serta diskusi seni dan sastra dengan pembicara Mochtar Pabotingi.

Menurut Ketua TKU, Amri Gallang, tujuan diselenggarakannya festival ini untuk memberikan kesempatan kepada pelaku kesenian kampus guna mementaskan hasil karyanya. Di samping itu, kegiatan ini diharapkan pula dapat menjalin komunikasi yang harmonis antara pelaku kesenian kamous dengan mahasiswa pada umumnya dan para pemerhati seni yang ada di Sulsel. 

Dikatakan, cerita sebagai sarana ekspresi, dapat dijadikan media dalam mengemukakan ide seorang atau suatu kelompok masyarakat terhadap penangkapannya terhadap fenomena masyarakat.

Media cerita menjadi alat ekspresi yang khas tentang derita duka dan bencana yang terjadi di sekitar kita.

Selain itu kegiatan bertema, Abadikan Hidup dengan Karya, merupakan respons atas segala peristiwa untuk dikisahkan kembali dengan sebuah kemasan yang lain. Kondisi ini yang coba ditangkap TKU selaku panitia pelaksana.

Dalam teknis pelaksanaannya, panitia tidak membatasi jumlah pemain pendukung pementasan masing-masing grup, dan pementasan sendiri diberi waktu 50 menit. Penilaiannya sendiri didasarkan pada putusan dewan juri yang jumlahnya tiga orang dan sifatnya mutlak serta tidak dapat diganggu gugat. Unsur-unsur yang dinilai yaitu, sutradara, tokoh utama (pria/wanita), tokoh pembantun (pria/wanita), penata artistik, penatas musik, dan penata cahaya.

Panitia dalam festival ini juga hanya menyediakan properti pementasan berupa traf, lighting, layar hitam, dan sound system. Untuk biaya produksi dan pementasan, ditanggung masing-masing grup. Dan grup yang berhak mengikuti festival ini adalah grup yang diundang panitia dan mendaftarkan diri. Jika tidak mengikuti technical meeting, grup dianggap mengundurkan diri.

Grup yang memperoleh kategori terbanyak akan keluar sebagai grup terbaik. Hal-hal yang belum ditentukan, akan dibicarakan pada saat technikal meeting, 23 Agustus 2000 di Aula PKM Unhas, Lt. II (m4/wik/b) 

SUMBER: Harian Fajar, Senin, 24 Juli 2000

ARSIP 2000: Festival Teater Mahasiswa Indonesia Se Sulawesi Selatan




FTMI DI UNHAS. Teater Kampus Unhas (TKU) akan menggelar Festival Teater Mahasiswa Indonesia Se Sulawesi Selatan. Menurut Ketua Pelaksana, M Zuhdy kepada Fajar kemarin mengungkapkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kreavitas seninam-seniman kampus dalam berkarya. 

Dalam ajang ini, telah dipastikan sepuluh grup teater mahasiswa dan akan berlangsung dari 25-31 Agustus di Aula Taman Budaya Sulsel Jalan Jenderal Sudirman. Kesepuluh grup tersebut antara lain: Teater Panser, Teater Kabut (UMI), UKM Seni Budaya (UNM), Teater Talas (Unismuh), Kosaster, TKU, Embrio (Unhas), Teater Universitas Sawerigading, Teater 45, dan Teater UNM. (u2)

SUMBER; Harian Fajar, Minggu, 20 Agustus 2000


12.19.2022

TKU Pentaskan “Aktor-aktor yang Tersesat dalam Drama Tanda Tanya”, Ada Konflik di Balik Panggung

Para Pemain

TKU-Satu jam lagi pentas akan dimulai. Sutradara tak kunjung datang. Para aktris sudah menunggu lama di panggung. Penonton juga akan segera datang, tetapi para aktris ini bingung nasib pertunjukannya.

Mereka berdebat. Ada yang mau merombak naskah atau membuat naskah baru. Konflik-konflik ini menjadi suguhan pertunjukan di Gedung Pertemuan Alumni (GPA) Unhas, Senin, 28 November malam ini.

Adegan itu merupakan pentas Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Kampus Unhas (TKU). Pertunjukan kali dengan mengangkat naskah “Aktor-aktor yang Tersesat dalam Drama Tanda Tanya”. Naskah yang ditulis Irwan Jamal disutradarai Aan Halim Aras.

Sutradara Aan Halim Aras

Sutradara Aan Halim Aras mengatakan, memilih naskah aktor-aktor tersesat karya Irwan Jamal dalam pementasan Dromapora karena naskah tersebut memiliki makna yang dalam. Utamanya dalam memahami dunia keaktoran. “Menjelaskan bagaimana aktor itu yang sebenarnya,” ujar anggota TKU ini.

Mahasiswa Sastra Daerah Unhas ini menyampaikan, naksah ini hendak memperlihatkan proses pentas teater di belakang panggung, dan konflik-konflik yang terjadi di atas panggung. “Itu merupakan permasalahan yang 

tidak jarang terjadi ketika pentas teater ingin di mulai,” ungkapnya.

Proses yang dijalani dalam penggarapan produksi Dromapora ini berjalan selama kurang lebih tiga bulan. “Dimulai dari casting aktor, reading naskah, penggambaran, hingga pada dua minggu terakhir di lakukan pemantapan penggambaran dan aktor yang bermain dalam pementasan dromapora ini ialah para calon anggota baru Teater Kampus Unhas,” tuturnya.

Pemimpin Produksi Dromapora, Muhaiminah Khairati Azis mengatakan, penamaan Dromapora ini sebagai bentuk perwujudan kreasi dan ekspresi untuk agenda akhir dari proses penerimaan calon anggota. “Kami mengangkat tema Euforia Mengungkapkan Rasa,” jelasnya.

Dromapora ini kata Ratih sapaan mahasiswa angkatan 2021 ini, memberikan sebuah sajian sederhana namun eksotis dari para calon anggota. “Penggarapan ini dilakukan selama kurang lebih tiga bulan dengan kerja keras dari kami. Potensi dari kami dan nilai-nilai TKU merupakan DROMAPORA sebagai hasilnya,” pungkas mahasiswa Sastra Indonesia Unhas ini.

Adapun para pemeran berasal dari pelbagai Fakultas di Unhas. Heriyanti (Erin) jurusan Kedokteran Hewan, Andi Khaeria (Ria) jurusan Fisioterapi, Sabila Syahwa Insani (Sabil) jurusan Ilmu Komunikasi, Besse Nurfaddhillah (Beslah) jurusan Kedokteran Hewan, dan Inayah Amaliah Mutmainnah (Nayya) jurusan Sastra Asia Barat. Ada juga Falda Salsabilah (Falda) jurusan Kedokteran Hewan, Muhaiminah Khairati Azis (Rati) jurusan Sastra Indonesia, dan Bertilia Tuto Ola (Lili) jurusan  ilmu Aktuaria.

Kemudian para penata, Nayya sebagai penata bunyi. Aan dan Adrian sebagai penata lampu. Lili, Beslah dan Rati sebagai penata artistik. Nayya, Sabil, Erin, dan Ria sebagai penata kostum.

“Sebagai pimpinan produksi, ini adalah pertunjukan pertama saya dan merupakan kali pertama saya menjalankan sebuah penggarapan,” jelas Ratih. (ham/*)


28 November 2022

https://harian.fajar.co.id/2022/11/28/tku-pentaskan-aktor-aktor-yang-tersesat-dalam-drama-tanda-tanya-ada-konflik-di-balik-panggung/


Melingkar Sebelum Pentas

Diterima sebagai Keluarga TKU


ARSIP FTMI 2000: Rektor yang Wakili Dekan



Menghadiri sebuah pentas seni bagi seorang rektor tidaklah mudah, apalagi dengan berbagai masalah yang dihadapi baik di dalam maupun di luar kampus. Adalah Rektor Unhas Prof Rady A Gani yang menyempatkan waktunya untuk hadir dan menonton pertunjukan teater yang dikemas Teater Kampus Unhas dalam Festival Teater Mahasiswa Indonesia Se Sulsel di Taman Budaya 25-29 Agustus.

Tapi jangan heran kalau Rektor Unhas ini hadir di acara-acara kesenian, karena berbagai acara kesenian yang diadakan di kampus Unhas, dia jarang absen.

Tidak hanya itu, ternyata mantan Bupati Wajo ini juga dijadwalkan untuk buka acara festival tersebut. Dengan gayanya yang khas tanpa teks, Prof Rady mengawali kata sambutannya. Namun, ada kata-kata lain yang keluar dari mulut Rektor Unhas ini. Apakah itu?

Ternyata ia hadir juga mewakili depan fakultas sastra yang memang tidak hadir pada saat itu, meskipun acara ini dilaksanakan oleh Teater Kampus yang berada pada level univesitas.

Meski demikian, kata-katanya mengalun seperti seniman. Bahkan ketika ditanya usai menyaksikan pertunjukan, dirinya sangat antusias menyaksikan karya mahasiswa. Bahkan kata dia, dari awal dirinya sudah berupaya untuk memancing kreativitas seniman-seniman kampus untuk lebih meningkatkan karya keseniannya. "Ya tentunya dengan segala keminimalannya," katanya.

Seni itu menurutnya merupakan salah satu unsur yang sangat penting, bahkan ia merupakan penyejuk nurani. "Apalagi sebagai seseorang akademisi harus disertai dengan kesenian, karena kalau tidak pekerjaan biasanya terbengkalai," kilahnya.

Dirinya juga sangat menghargai seniman-seniman kampus Unhas yang dengan segala kekurangan baik dari segi prasarana maupun material bisa melaksanakan acara sebesar ini. (m2/fis/b)

Harian FAJAR, 29 Agustus 2000

Festival Teater Mahasiswa Indonesia (FTMI) Se Sulsel diselenggarakan kali pertama Teater Kampus Unhas pada tanggal 25-29 Agustus 2000 di Aula Taman Budaya Sulawesi Selatan, Makassar.